Diperlukan pendampingan dalam
mengupayakan pengelolaan dana desa yang akuntabel, professional, dan
benar-benar dapat tepat sasaran, sehingga kemandirian desa dapat
terwujud. Pasalnya, implementasi dana desa ini memiliki potensi
penyalahgunaan yang disebabkan oleh lemahnya koordinasi dan pengawasan.
Demikian disampaikan Plt. Direktur
Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Suprayoga Hadi. Hal itu
ia sampaikan dalam diskusi dengan Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan
APBN, di Ruang Rapat Pansus C, Gedung Nusantara II, Selasa (17/02/15).
“Pendampingan itu dari masyarakat lokal
atau setempat. Lamanya pendampingan tidak dapat ditentukan. Jika sudah
memungkinkan, tidak perlu satu desa satu pendamping. Tapi bisa dipantau
dari kecamatan,” kata Yoga.
Ia menambahkan, proses persiapan
pendampingan desa akan dilakukan secara prudent dan professional, untuk
dapat menugaskan pendamping desa yang diperlukan oleh aparat desa dalam
pengelolaan dana desa, serta oleh masyarakat desa dalam pemanfaatan dana
desa secara produktif dalam rangka pembangunan desa dan pemberdayaan
masyarakat desa.
Dalam APBN-P 2015, Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah memperoleh
persetujuan alokasi dana pendampingan Dana Desa sebesar Rp 1,4 Triliun
yang akan digunakan untuk mengoptimalkan tenaga pendamping desa dari
ex-fasilitator PNPM-MPd yang akan ditugaskan di tingkat Kecamatan.
Sementara itu, Kepala Sub Direktorat
Dana Alokasi Umum, Dirjen Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan
Kresnadi Prabowo Mukti menjelaskan, kepala desa harus bisa menghabiskan
dana desa sebesar kisaran Rp 1,4 miliar per tahun. Jika kepala desa tak
mampu menghabiskan dana desa, maka akan mendapatkan sanksi administrasi
berupa pemotongan jatah dana desa untuk tahun berikutnya.
"Dalam hal terdapat Sisa Lebih
Perhitungan Anggaran (SiLPA) Dana Desa secara tidak wajar,
bupati/walikota memberikan sanksi administratif kepada Desa yang
bersangkutan berupa pengurangan Dana Desa sebesar SiLPA,” jelas
Kresnadi.
Ditemui usai acara diskusi, Kepala Biro
Analisa dan Pelaksanaan APBN Satyanto Priambodo mengungkapkan tujuan
diadakannya diskusi adalah karena isu penting implementasi dana desa.
Banyak pihak khawatir terhadap pemanfaatan yang digelontorkan Pemerintah
sebesar Rp 20 triliun di tahun 2015 ini.
“Beberapa waktu lalu hal ini menjadi topic yang trending
baik di dewan maupun di masyarakat. Kami sering mendapat kunjungan DPRD
dari seluruh Indonesia yang menanyakan kekhawatiran para kepala desa
atau perangkatnya dalam penggunaan dana desa dari pemerintah,” kata
Nanang, panggilan akrab Satyanto.
Menurutnya, kekhawatiran ini harus
disikapi oleh pemerintah dengan baik, melalui berbagai aturan yang
disiapkan oleh pemerintah, baik itu dari Kementerian Desa maupun
Kementerian Keuangan, sehingga dapat mendukung program Nawacita.
“Program Desa Membangun ini mempunyai
banyak manfaat untuk pertumbuhan budaya dan ekonomi desa itu sendiri,
sehingga apa yang diharapkan oleh pemerintah yaitu target 2000 desa
mandiri bisa tercapai. Sehingga tidak ada lagi pelarian tenaga kerja ke
kota, dan masyarakat desa dapat membangun desanya dengan fasilitas yang
ada,” harap Nanang.
Nanang berharap, diskusi ini dapat
memberikan pemahaman baru kepada analis di Biro Analisa Anggaran dan
Pelaksanaan APBN, staf ahli, maupun peneliti di lingkungan Sekretariat
Jenderal DPR RI. (sf,ss,hi)/foto:iwan armanias/parle/iw.
Sumber : http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/9739
0 komentar:
Posting Komentar