Senin, 02 Maret 2015

Seputar Korupsi

Posted by VIDIA GRAPHICS On 08.33 | No comments

 

Apa itu Korupsi?

Menurut perspektif etimologi, istilah korupsi berasal dari bahasa latin, corruption, corruptus, yang berarti suatu perbuatan buruk, busuk, bejat, dapat disuap, tidak bermoral, dan pasti tidak suci.

Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No 31 Tahun 1999 Jo. UU No 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan pidana penjara karena korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut: (1) kerugian keuangan negara; (2) suap-menyuap; (3) penggelapan dalam jabatan; (4) pemerasan; (5) perbuatan curang; (6) benturan kepentingan dalam pengadaan; (7) gratifikasi.

Berdasarkan rumusan dalam UU tersebut, maka definisi korupsi dapat dirumuskan sebagai berikut "suatu perbuatan setiap orang, dalam arti orang perseorangan atau korporasi, yang melawan hukum dengan maksud dan tujuan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang berakibat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara. Perbuatan melawan hukum tersebut dapat berupa penyalahgunaan kewenangan/kekuasaan, kesempatan, sarana atau kedudukan yang ada pada dirinya, melakukan penggelapan uang atau surat berharga, memalsukan, memberikan uang sogok/pelican atau janji-janji, atau berbuat curang.

Jadi unsur-unsur dalam korupsi adalah:
- Setiap orang
- Melawan hukum
- Melakukan perbuatan
- Memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi
- Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

Mengapa  Terjadi Korupsi?

Secara sederhana, korupsi terjadi karena adanya niat dan kesempatan. Niat hanya akan dilaksanakan apabila terdapat situasi yang kondusif untuk melakukan perbuatan korupsi. Sebaliknya, situasi yang kondusif untuk melakukan perbuatan korupsi bisa menimbulkan niat seseorang untuk berbuat korupsi.

 Siapa Pelaku Korupsi?

Korupsi dapat dilakukan oleh siapa saja, baik pejabat atau aparat pemerintah maupun swasta secara individu maupun kelembagaan.

Berdasarkan UU No 31 Tahun 1999 jo. UU No 20 Tahun 2001, yang dapat digolongkan sebagai pelaku korupsi yaitu (1) Pegawai Negeri, meliputi: Pegawai Negeri Sipil, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, atau orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang menggunakan modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat; (2) Korporasi, yaitu kumpulan orang atau kekayaan yang terorganisir baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum; (3) Setiap orang, yaitu orang-perseorangan atau termasuk korporasi.

Bagaimana Penyebaran Korupsi?

Luas penyebaran korupsi menurut John Girling yaitu: (1) Insidental-Individual, korupsi Insidental-Individual dilakukan oleh si pelaku secara sendiri-sendiri pada suatu lingkungan/lembaga tertentu dimana sebenarnya lembaga tersebut relative termasuk "bersih" dalam hal korupsi. Korupsi semacam ini hanya dikenal pada negara-negara dengan tingkat korupsi yang rendah seperti Selandia Baru, Denmark, Swedia; (2) Institusional-Kelembagaan, korupsi disebut institusional apabila melanda suatu lembaga atau suatu sector kegiatan tertentu dimana sebenarnya keseluruhan sector atau lembaga secara lebih luas tidak korup; (3) SIstemik-Sosial, pada kasus semacam ini, korupsi sudah menyerang seluruh lapisan masyarakat serta sistem kemasyarakatan. Karena itu dalam segala proses kerja sistem masyarakat, korupsi menjadi rutin dan diterima sebagai alat untuk melakukan transaksi sehari-hari. Disebut korupsi sistemik karena sudah mempengaruhi tingkah laku individu pada semua tingkatan sistem politik, social, dan ekonomi.

Bagaimanakah Kategorisasi  Korupsi?

Ada dua kategori korupsi yaitu, grand corruption atau korupsi besar dan petty corruption atau korupsi kecil.

Grand corruption atau korupsi besar adalah korupsi yag dilakukan oleh pejabat publik tingkat tinggi menyangkut kebijakan publik dan keputusan besar di berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi. Korupsi disebut juga corruption by greed atau korupsi akibat keserakahan karena para pelaku umumnya sudah berkecukupan secara materiil. Korupsi ini menyebabkan kerugian negara yang sangat besar secara finansial maupun non finansial. Modus operandi yang umum terjadi adalah kolusi antara kekuatan ekonomi, kekuatan politik dan para pengambil keputusan publik.

Petty corruption atau korupsi kecil, sering disebut sebagai survival corruption atau corruption by need, adalah korupsi yang dilakukan oleh pegawai pemerintah guna mendukung kebutuhan hidup sehari-hari, akibat pendapatan yang tidak memadai. Pemberantasan korupsi kecil sama strategisnya dengan pemberantasan grand corruption mengingat: pertama, kendati nilai kerugian per-kejadian relative kecil, tetapi dikarenakan jumlah kejadian yang massif, total kerugian yang diderita oleh negara dan masyarakat akibat korupsi ini sangat besar. Kedua, korupsi kecIl menyangkut sisi kehidupan sehari-hari masyarakat. Apabila tidak ditanggulangi, masyarakat akan menganggap korupsi sebagai bagian dari keseharian mereka yang akan menciptakan masyarakat yang permisif dan toleran terhadap korupsi. Ketiga, korupsi kecil menyemai korupsi besar.

Apa Saja Bentuk/Jenis Korupsi?

Bentuk/Jenis Tindak Pidana Korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dijabarkan dalam 13 pasal, adalah sebagai berikut:
1. Menyuap pegawai negeri adalah korupsi;
2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya adalah korupsi;
3. Pegawai negeri menerima suap;
4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya;
5. Menyuap hakim;
6. Menyuap advokat;
7. Hakim & advokat menerima suap;
8. Hakim menerima suap;
9. Advokat menerima suap;
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan;
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi;
12. Pegawai negeri merusakan bukti;
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti;
14. Pegawai negeri membantu orng lain merusakkan bukti;
15. Pegawai negeri memeras;
16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain;
17. Pemborong membuat curang;
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang;
19. Rekanan tni/polri berbuat curang;
20. Pengawas rekanan tni/polri berbuat curang;
21. Penerima barang tni/polri membiarkan perbuatan curang;
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain;
23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya;
24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor kpk adalah korupsi;
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi;
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan;
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka;
28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi keterangan palsu;
29. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu;
30. Saksi yang membuka identitas pelapor.

Dari ketiga puluh bentuk/jenis korupsi tersebut, dapat diklasifikasikan menjadi tujuh kelompok, yakni:
1. Merugikan keuangan negara;
2. Suap-menyuap;
3. Penggelapan dalam jabatan;
4. Pemerasan;
5. Perbuatan curang;
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
7. Gratifikasi.

Penanganan

 Secara umum strategi pemberantasan korupsi dapat di bagi menjadi 3, yakni:
1. Strategi preventif, yaitu strategi yang bersifat mencegah atau setidaknya meminimalkan terjadinya tindak pidana korupsi.
2. Strategi detektif, yaitu strategi yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi atau mendeteksi apakah telah terjadi tindak pidana korupsi sehingga apabila terdapat indikasi dapat segera diketahui secara akurat.
3. Strategi advokasi, yaitu strategi yang dilakukan dengan membangun sistem yang dapat menyelesaikan kasus-kasus korupsi secara hukum dan memberikan sanksi yang setimpal dengan kejahatan korupsi yang dilakukan.

Referensi


  • UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • Memahami untuk Membasmi, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
  • Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, oleh Pusat Pendidikan dan Latihan Pengawasan BPKP tahun 1999.

 Sumber :  http://acch.kpk.go.id/tentang-acch

0 komentar:

Posting Komentar

About